Sabtu, 28 Mei 2011

Psikiater ?

Psikiater.. Profesi itu banyak dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Yang ada di benak kita adalah orang-orang gila. Yup, aku juga berpikir seperti itu awalnya. Namun, sudah 3 minggu aku menjalani coas/dokter muda di bagian Psikiatri (kejiwaan), cara pandang itu mulai berubah. Ada sisi lain dimana tidak ditemukan di ilmu lain seperti ilmu bedah, kandungan, saraf, dll. Disini, aku belajar menjadi pendengar yang baik, memahami perasaan orang lain, dan menjadi sabar. Pasien datang dengan berbagai macam keluhan, ga cuma orang-orang gila saja yang datang, meskipun 1/3 dari total pasien itu "orang gila" (istilahnya skizofrenia). Sebagian lainnya pasien datang dengan depresi. Masalah hidup yang dirasa berat sekali sampai-sampai terjadi percobaan bunuh diri. 2 minggu aku di RSUP Sanglah, aku belajar satu hal; semua orang punya masalah, tapi tiap orang meresponnya dengan berbeda. Depresi dan bunuh diri adalah respon yang salah. Rasa syukur selalu teringat saat aku melihat "orang gila", mereka menjadi seperti itu dipengaruhi oleh faktor genetik bukan faktor lingkungan. Jadi, bisa dibilang, mereka jadi seperti itu bukan karena pilihan mereka. Beberapa pasien "sakit"nya cukup berat sehingga perlu rawat inap/masuk rumah sakit. Suasana kekeluargaan sangat terasa antara pasien dan keluarganya. Mereka saling bercerita satu sama lain dan saling membantu. Mereka sama kok seperti orang normal, hanya mereka sedikit "berbeda". Senyum mereka tidak dibuat-buat, karena "pasien" adalah orang yang jujur.

Selama 2 minggu aku bertugas di Poliklinik Jiwa, RSUP Sanglah, aku ditugaskan ke RSUD Gianyar selama 1 minggu. Hari ini adalah hari terakhir aku bertugas di Gianyar (bagian utara Pulau Bali). Jejaring (istilah penugasan ke daerah) merupakan tempat bagi para coas untuk mendapat ilmu lebih mandiri, karena disana aku cuma ber 3 orang coas dengan 1 dokter spesialis. Berbeda dengan di Sanglah, bisa sekitar 20 coas dengan 10 dokter residen (yang menempuh pendidikan spesialis). Suasana nyaman dan tentram terasa di jejaring bila dibandingkan dengan suasana di Sanglah yang hiruk pikuk. Meski pasien di daerah lebih sedikit, aku lebih suka di jejaring. Kadang dalam 1 hari ga ada pasien yang datang. Biasanya hari senin-selasa pasiennya baru rame, itupun hanya sekitar 6-8 orang. Memang pasien di bagian Psikiatri lebih sedikit dibanding bagian lain seperti bedah, kandungan, dan penyakit dalam.
Satu pasien ku berinisial AK, cowok umur 7 tahun, datang diantar kedua orang tuanya dengan keluhan : "nakal". Di sekolah bandel sekali, mengganggu suasana belajar mengajar, suka panjat-panjat pohon dan menggangu teman sebayanya. Orang tua datang ke dokter jiwa karena merasa tersingggung dengan perkataan guru di sekolah anaknya, yang berkata, "lebih baik anak ibu itu sekolah di SLB aja!". Pasien memang terlihat sangat aktif dan terlihat nakal, tetapi sifat anak itu terbentuk karena ia sangat dimanja oleh keluarganya. IQ-nya masih normal, di atas 100, bisa menuis dan menggambar. Hanya saja anak itu "bandel". Aku sempat pikir; kok dateng ke Psikiater yah? Setelah dilakukan wawancara dan tes psikometri (IQ), orang tua pasien di edukasi oleh dokter Indriany, SpKJ. Beliau memberikan pengarahan kepada keluarga pasien mengenai pola asuh yang benar, cara mendidik yang tepat, dan tidak terlalu memanjakan anaknya. Satu hal yang kudapat dari cerita ini, bahwa Psikiater tidak hanya menangani "orang gila", namun banyak hal, dan itu tidak terbatas. Jadi Psikiater itu tidak mudah, bayangkan saja mendengar keluhan banyak orang dalam sehari dan belajar memahami masalah terebut dan memecahkannya. Susah bukan? Jadi, jangan memandang rendah seorang Psikiater.