Terdapat sepucuk surat dari pasien yang ditempel di Mess, tempat para koas tinggal bermalam. Surat itu berisi demikian:
"Halo Pak dokter, koas yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik. Apa kabarmu hari ini? Putih baju yang kamu pakai, hatimu seputih bajumu kah? tolong aku dong, lepaskan aku dari terali besi ini dan pulangkan saya dari sini. Saya sudah rindu setengah mati dengan suami saya yang saya sayangi, sampai ajal menjemput dan akan hidup lagi. Seandainya Pak dokter jadi saya, apa bisa pak dokter menjalani hidup ini? Cobaan demi cobaan silih datang berganti. Dari saya kecil hingga dewasa sudah menjalani hidup juga saya disini. Apa sih salah saya sama orang-orang yang iri dan dengki pada saya hingga begini nasib saya. Yang saya terima, untung juga saya masih punya Tuhan yang melindungi saya dari godaan setan dan iblis. saya kini tak percaya sama manusia-manusia penyembah setan. Yang saya percaya hanya Tuhan satu karena Tuhan ada dimana-mana, yang penting Tuhan itu ada di dalam hati saya yang putih tak ternoda. Terima kasih atas kunjungannya kesini, ruangan Drupadi ini. Mudah-mudahan kebaikan kalian dibalas oleh Tuhan yang Maha Esa Maha Kuasa Maha Pengasih Maha Penyayang. Besok-besok disambung lagi."

Rabu, 01 Juni 2011
Selasa, 31 Mei 2011
RSJ Bangli
Rumah Sakit Jiwa, banyak orang mengecap tempat itu sebagai tempat "orang-orang gila". Stigma itu memang sesuai kenyataannya. RSJ Bangli adalah RSJ terbesar di Pulau Bali, dan menjadi Pusat Penelitian Psikiatri di Indonesia. Jadi tempat ini berkumpulnya berbagai Universitas di Indonesia, bahkan di luar negeri untuk meneliti mengenai "penyakit jiwa". Sekitar 200-250 pasien dirawat di tempat ini. Aku ditugaskan di tempat ini selama 1 minggu. Setiap hari pukul 07.30 WITA diadakan "apel" pagi. Itu sejenis upacara, padahal kalo di Jawa apel itu artinya pacaran. Setiap wakil dari pegawai, suster, dokter, atau koas wajib lapor ke komandan/ketua apel pagi. Melaporkan jumlah anggota yang sudah hadir di hari tersebut. Setelah apel selesai, dilakukan "morning report", laporan jaga pagi. Jadi koas yang jaga di IRD (Instalasi Rawat Darurat) wajib melaporkan keterangan pasien yang datang. Setelah itu, bertugaslah ke poliklinik sampai jam 1 siang. rata-rata pasien yang datang ke poliklinik sekitar 10-15 orang. Keluhan pasien sangat beragam, mulai dari yang depresi, cemas, tapi sebagian besar adalah pasien skizofrenia (orang gila). Kadang aku tertawa dalam hati melihat tingkah laku pasien skizo hebefrenik (salah satu tipenya). Mereka berperilaku seperti anak kecil dan bermain-main tanpa tujuan. Namun, aku agak takut ama pasien skizo paranoid, mereka sangat curiga terhadap orang lain. Tatapan matanya tajam, dan pandai berbohong untuk menutupi sesuatu dalam dirinya.
Setelah stase di Poliklinik, aku melakukan follow up pasien di ruangan tempat mereka dirawat. Aku bertugas di Ruang Dharmawangsa bersama temanku Clara. Kami berdu sama-sama bermata sipit dan berkulit putih, jadi waktu kami masuk ke ruangan, mereka heboh dan langsung tertarik dengan kedatangan kami. Berikut percakapan kami yang cukup menarik:
Pasien :Dokter! Dokter! dari China yaa?
Clara: Endak, dari Indonesia
Pasien : Dokter, asala darimana?
Kita : dari Jakarta
Pasien : oooohhh, dokter! saya punya tabungan di Jawa 5 Juta!!
Pasien yang lain: Dokter! saya punya 20 Juta!!
Pasien yang lainnya: Saya! Saya! 500 juta!!
Pasien : Dokter, mau gak nikah sama saya?????
Clara: ENDAK!!!!
Hahahaha, meskipun Clara jawab endak, mereka gak marah. Karena pasien seperti itu sangat jujur dan tidak gampang tersinggung. Mereka lucu-lucu, penampilan mereka sama seperti manusia normal, hanya saja mereka "sakit". Beberapa di antaranya dilepaskan dari jeruji/sel dan dibiarkan jalan-jalan di halaman karena dirasa tidak membahayakan orang lain. Clara, ia bawa permen Rel*xa, pasien-pasien itu minta rokok ke kami, tapi kami cuma bawa permen. Setelah mereka berebutan saat kita beri permen, mereka cemberut,"Lho kok bukan permen k*piko??", kata Clara:" iya! biar mulut kalian ga bau!". Hahahaha, mereka juga ketawa :)
Setelah stase di Poliklinik, aku melakukan follow up pasien di ruangan tempat mereka dirawat. Aku bertugas di Ruang Dharmawangsa bersama temanku Clara. Kami berdu sama-sama bermata sipit dan berkulit putih, jadi waktu kami masuk ke ruangan, mereka heboh dan langsung tertarik dengan kedatangan kami. Berikut percakapan kami yang cukup menarik:
Pasien :Dokter! Dokter! dari China yaa?
Clara: Endak, dari Indonesia
Pasien : Dokter, asala darimana?
Kita : dari Jakarta
Pasien : oooohhh, dokter! saya punya tabungan di Jawa 5 Juta!!
Pasien yang lain: Dokter! saya punya 20 Juta!!
Pasien yang lainnya: Saya! Saya! 500 juta!!
Pasien : Dokter, mau gak nikah sama saya?????
Clara: ENDAK!!!!
Hahahaha, meskipun Clara jawab endak, mereka gak marah. Karena pasien seperti itu sangat jujur dan tidak gampang tersinggung. Mereka lucu-lucu, penampilan mereka sama seperti manusia normal, hanya saja mereka "sakit". Beberapa di antaranya dilepaskan dari jeruji/sel dan dibiarkan jalan-jalan di halaman karena dirasa tidak membahayakan orang lain. Clara, ia bawa permen Rel*xa, pasien-pasien itu minta rokok ke kami, tapi kami cuma bawa permen. Setelah mereka berebutan saat kita beri permen, mereka cemberut,"Lho kok bukan permen k*piko??", kata Clara:" iya! biar mulut kalian ga bau!". Hahahaha, mereka juga ketawa :)
Minggu, 29 Mei 2011
Masa SMA
Hua-ind, sebutan sekolah SMA-ku di Malang, Jawa Timur. Aku masuk di SMA itu karena disuruh oleh orang tua dan kakak-ku juga sekolah disana. Disiplin dan tertib, image sekolah itu. Awal aku masuk di kelas X-D (1 SMA), aku mulai mengenal hanya beberapa teman saja. Setelah aku kelas XI-A3 (2 SMA), teman dekatku rizka, beni, dan inul. Aku kenal mereka dari les privat pelajaran Kimia. Selain itu, aku cukup dekat dengan teman 1 kos; gunawan, dan rocky, meski kita kadang bertengkar. Saat itu aku sangat gendut, beratku mencapai 90 kg dengan tinggi 164 cm. Tapi aku ga minder sama sekali, aku dikenal dengan sifat yang rame dan cerewet. Kelas XII-A1 (3 SMA), aku pindah ke kos 56. Disini aku menemukan teman-teman yang sangat unik, karena kos ini campur (cewek-cowok). Ada yang hobinya koleksi binatang2 dan tanaman (sigit), ada yang agak oon/bego gitu (mia, haha), ada yang kerjaannya masak (mesya), banyak banget sifat-sifat mereka yang unik, dan kita semua cukup dekat. Sampai sekarang masih saling berhubungan dan berteman meskipun berbeda tempat kuliah. Tahun 2008, sejak 3 tahun yang lalu, setiap semester kita mengadakan reuni kecil2an. Kita sewa vila, dan tinggal selama 3-4 hari. Masa-masa itu sudah tidak ada lagi sejak tahun lalu (2010), kita semua sudah sibuk mempersiapkan tugas akhir/wisuda. Yah, masa SMA memang ingin sekali diulang kembali, tapi itu tidak mungkin. Hanya foto yang dapat mengabadikan moment itu dan membuatku merasakan kejadian-kejadian di masa itu.
Sabtu, 28 Mei 2011
Faith like potatoes
Malam minggu kemarin, aku nonton film bareng temen-temen gereja di Robinson Mall, judul filmnya "Faith like potatoes" (2006). Film ini diangkat berdasarkan kisah nyata yang benar-benar terjadi di Afrika dan mengukir sebuah sejarah. Seorang petani bernama Angus Buchan, diperankan oleh Frank Rautenbach merupakan pria kulit putih keturunan Skotlandia. Ia tinggal di Afrika bersama istrinya, Jill yang diperankan oleh Jeanne Neilson, dan bersama 4 anaknya yang masih kecil. Suku Zulu di Afrika tidak suka akan keberadaan orang kulit putih sehingga banyak petani kulit putih yang diburu dan dibunuh oleh suku tersebut. Angus Buchan mempunyai karakter yang keras, pemarah, suka memukul, dan punya emosi yang meledak-ledak. Suatu ketika ia mendengar suara Tuhan dalam hatinya saat ia dipaksa istrinya datang ke sebuah gereja. Sejak saat itu, kehidupannya mulai berubah. Mulai dari karakternya, sampai berdampak kepada orang-orang di sekelilingnya. Ia melakukan banyak mujizat, menyembuhkan warga suku Zulu yang mati terkena semburan petir, berdoa mendatangkan hujan ketika sawahnya terbakar di musim kemarau, dan yang menjadi inti film ini; ia mendapatkan hasil panen kentang terbaik di saat musim kemarau dan tak ada air yang menjadi sumber irigasi.
“Tetapi engkau belum pernah menanam kentang sebelumnya. Engkau belum mempunyai pengalaman. Engkau tidak memiliki irigasi. Musim kering terbesar di sepanjang sejarah sedang menuju ke mari. Jangan lakukan itu!”. Begitulah cemooh orang-orang kepada Angus Buchan, tetapi ia mempunyai iman seperti kentang, dan percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Iman seorang petani ini memberikan pengaruh kepada banyak orang, sehingga ia membawa perdamaian di suku Zulu, Afrika. Kisah nyata ini telah menuliskan sejarah di Afrika, seorang petani kulit putih dapat diterima dan memberikan dampak di masyarakat suku Zulu, Afrika.
Psikiater ?
Psikiater.. Profesi itu banyak dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Yang ada di benak kita adalah orang-orang gila. Yup, aku juga berpikir seperti itu awalnya. Namun, sudah 3 minggu aku menjalani coas/dokter muda di bagian Psikiatri (kejiwaan), cara pandang itu mulai berubah. Ada sisi lain dimana tidak ditemukan di ilmu lain seperti ilmu bedah, kandungan, saraf, dll. Disini, aku belajar menjadi pendengar yang baik, memahami perasaan orang lain, dan menjadi sabar. Pasien datang dengan berbagai macam keluhan, ga cuma orang-orang gila saja yang datang, meskipun 1/3 dari total pasien itu "orang gila" (istilahnya skizofrenia). Sebagian lainnya pasien datang dengan depresi. Masalah hidup yang dirasa berat sekali sampai-sampai terjadi percobaan bunuh diri. 2 minggu aku di RSUP Sanglah, aku belajar satu hal; semua orang punya masalah, tapi tiap orang meresponnya dengan berbeda. Depresi dan bunuh diri adalah respon yang salah. Rasa syukur selalu teringat saat aku melihat "orang gila", mereka menjadi seperti itu dipengaruhi oleh faktor genetik bukan faktor lingkungan. Jadi, bisa dibilang, mereka jadi seperti itu bukan karena pilihan mereka. Beberapa pasien "sakit"nya cukup berat sehingga perlu rawat inap/masuk rumah sakit. Suasana kekeluargaan sangat terasa antara pasien dan keluarganya. Mereka saling bercerita satu sama lain dan saling membantu. Mereka sama kok seperti orang normal, hanya mereka sedikit "berbeda". Senyum mereka tidak dibuat-buat, karena "pasien" adalah orang yang jujur.
Selama 2 minggu aku bertugas di Poliklinik Jiwa, RSUP Sanglah, aku ditugaskan ke RSUD Gianyar selama 1 minggu. Hari ini adalah hari terakhir aku bertugas di Gianyar (bagian utara Pulau Bali). Jejaring (istilah penugasan ke daerah) merupakan tempat bagi para coas untuk mendapat ilmu lebih mandiri, karena disana aku cuma ber 3 orang coas dengan 1 dokter spesialis. Berbeda dengan di Sanglah, bisa sekitar 20 coas dengan 10 dokter residen (yang menempuh pendidikan spesialis). Suasana nyaman dan tentram terasa di jejaring bila dibandingkan dengan suasana di Sanglah yang hiruk pikuk. Meski pasien di daerah lebih sedikit, aku lebih suka di jejaring. Kadang dalam 1 hari ga ada pasien yang datang. Biasanya hari senin-selasa pasiennya baru rame, itupun hanya sekitar 6-8 orang. Memang pasien di bagian Psikiatri lebih sedikit dibanding bagian lain seperti bedah, kandungan, dan penyakit dalam.
Satu pasien ku berinisial AK, cowok umur 7 tahun, datang diantar kedua orang tuanya dengan keluhan : "nakal". Di sekolah bandel sekali, mengganggu suasana belajar mengajar, suka panjat-panjat pohon dan menggangu teman sebayanya. Orang tua datang ke dokter jiwa karena merasa tersingggung dengan perkataan guru di sekolah anaknya, yang berkata, "lebih baik anak ibu itu sekolah di SLB aja!". Pasien memang terlihat sangat aktif dan terlihat nakal, tetapi sifat anak itu terbentuk karena ia sangat dimanja oleh keluarganya. IQ-nya masih normal, di atas 100, bisa menuis dan menggambar. Hanya saja anak itu "bandel". Aku sempat pikir; kok dateng ke Psikiater yah? Setelah dilakukan wawancara dan tes psikometri (IQ), orang tua pasien di edukasi oleh dokter Indriany, SpKJ. Beliau memberikan pengarahan kepada keluarga pasien mengenai pola asuh yang benar, cara mendidik yang tepat, dan tidak terlalu memanjakan anaknya. Satu hal yang kudapat dari cerita ini, bahwa Psikiater tidak hanya menangani "orang gila", namun banyak hal, dan itu tidak terbatas. Jadi Psikiater itu tidak mudah, bayangkan saja mendengar keluhan banyak orang dalam sehari dan belajar memahami masalah terebut dan memecahkannya. Susah bukan? Jadi, jangan memandang rendah seorang Psikiater.
Jumat, 27 Mei 2011
Perkenalan
Hai, namaku Aji Kristianto Wijaya, biasa dipangggil aji. Sekarang aku tinggal di Denpasar, jln Tukad Musi 5. Hmm.. Lahir di Malang, 25 Desember 1989, kampung di Mojokerto, SMA di hua-ind Malang, kuliah di Udayana, Bali, fakultas kedokteran. Sekarang aku semester 8 dan menempuh jenjang co-ass/dokter muda. Alasan aku bikin blog, aku ingin hidupku terdokumentasikan dalam bentuk tulisan, hingga suatu saat nanti aku tua, aku dapat membaca perjalanan hidupku ini :)
Karakter aku akan terlihat dari tulisan2ku ini. Aku ga berharap tulisanku ini dibaca oleh semua orang dan terpublikasikan secara WAH, tapi aku terbuka buat siapapun yg mau baca tulisan ini, ya inilah aku dan perjalanan hidupku.
Langganan:
Postingan (Atom)